BANJIR
Hujan deras
terus mengguyur wilayah barat Indonesia, pada bulan ber ber seperti ini (September,
Oktober, November, Desember) desa mereka memang langganan banjir. Desa ini
terletak di wilayah yang agak landai. penduduk di tepian sungai sudah
mewanti-wanti air akan naik lebih tinggi nanti malam. Meskipun sudah biasa namun di hati para
orang tua, mereka tetap merasa was-was,
otak dan otot terus bekerja dan berpikir, bekerja memindahkan barang beserta
ternak ke tempat yang lebih tinggi dan berpikir jika air terus-menerus naik
kemana mereka akan mengungsi dan bagaimana dengan hewan ternak mereka.
Hujan di luar
masih terus turun sedari pagi, belum berhenti hanya sesekali mengurangi
instensitasnya. Suara kodok sahut-menyahut di setiap sudut semak becek, seperti
ungkapan euforia kemerdekaan. Anak-anak
berlari girang tidak bisa dilarang. Mereka senang, bila banjir maka sekolah
diliburkan dan mereka bisa berenang dengan sepuasnya. Begitulah mereka, anak-anak
tepian sungai, sama sekali tidak takut akan tingginya air. Semakin tinggi
airnya semakin bahagia mereka.
Lain di luar
lain pula di rumah pak Rudi, keluarga pak Rudi tidak begitu memusingkan keadaan
saat ini. Anak sulung pak Rudi membantu ayahnya menyelamatkan barang-barang ke
tempat yang lebih tinggi. Rumah pak Rudi berbentuk rumah panggung, namun bila
banjir air tetap sampai ke dalam rumahnya kira-kira setinggi pinggang orang
dewasa jika berdiri di dalam rumah. barang-barang penting diletakkan di atap
rumah yang sudah disediakan dengan alas papan kokoh. Selama ini bila banjir barang-barang
keluarga pak Rudi aman disana.
Aspal jalanan
sudah tidak lagi nampak, jalanan juga sudah diselimuti air kuning kecoklatan. Mirip
air kopi susu, kira-kira setinggi lutut orang dewasa. namun tidak menyurutkan
niat para pengendara sepeda motor dan mobil menuju ketujuan mereka
masing-masing. Anak-anak ada yang berdiri berpegangan tangan dipinggir jalan menunggu
cipratan air kendaraan, cipratan yang dihasilkan mirip ombak besar yang membuat
mereka tertawa bahagia. Perasaan jijik sama sekali tidak mereka rasakan. Sebagian
anak ada yang menebang pohon pisang kemudian dibentuk rakit untuk mainan mereka
dan ada juga yang berlomba memanjat
pohon lalu menceburkan dirinya ke dalam air yang agak dalam. Semua yang mereka
lakukan menghasilkan tawa riang bentuk rupa dari kebahagiaan.
Pemandangan ini
dapat dinikmati oleh siapa saja yang hilir mudik disekitar mereka, karena letak
jalan raya hanya tujuh meter dari sungai. Dihiasi pepohonan yang masih lebih
tinggi dari rumah penduduk, desa ini masih sangat tradisional dan asri. desa
yang tidak banyak mengalami perubahan di era serba canggih ini.
Komentar
Posting Komentar