METROMINI


Image result for metromini rawamangun

      Mereka berlari-lari meninggalkan gedung 15 lantai itu, yang- merupakan salah satu pusat perbelanjaan terdekat dari kost mereka. Semua orang berdesakan menuju halte bus dengan bawaan masing-masing. Salah seorang dari mereka tersandung oleh trotoar yang sedikit tinggi, Menyebabkan barang belanjaannya jatuh namun kedua temannya kesulitan membantu karena barang bawaan mereka sendiri juga besar dan berat.

     Minggu ini adalah minggu pertama di bulan November. Minggu dimana setiap anak kos-kosan merasa merdeka. Merdeka karena mereka baru saja mendapatkan kiriman bulanan dari orangtuanya.

     Mereka berlari namun tidak bisa kencang, berlomba dengan langit yang semakin pekat dan berat. Langit yang sudah tidak sanggup menampung bawaannya dan sepertinya akan tumpah deras ke bumi tepat di atas tiga sekawan ini.  Sehari sebelum ini, dewi salah seorang dari ketiga sekawan ini sangat mengutuk keadaan ibu kota ini yang sangat panas, sudah lebih dari tiga minggu tidak dijatuhi air oleh penciptanya.

    Dari kejauhan mereka sudah bisa menemukan target mereka, sebuah metromini tua jurusan Rawamangun-Pasar Senen. Mobil yang berbentuk petak seperti balok ini sudah sangat renta, warna orange dan biru catnya masih terang tetapi sebagian sudah terkelupas dan berkarat. Bangku penumpangnyapun tidak empuk. Bukan... bukan karena tidak empuk lagi, tapi memang dari dulunya bangkunya begitu, sangat kalah empuk dengan bangku penumpang  bus transjakarta.

      Para pedagang makanan di sekitar halte seakan tidak memperdulikan alarm kode alam bahwa akan segera turun hujan. Mereka masih saja menjajakan dagangan mereka yang hampir habis, harus diakui makanan yang dijual di sekitaran halte ini enak. Jadi wajar saja kalau tidak perlu menunggu malam dagangan mereka sudah habis diborong pembeli yang sengaja mampir.

     Di dalam bus, tiga sekawan ini duduk di bangku yang berdekatan. Dengan ngos-ngosan mereka bertukar air mineral yang sempat mereka beli tadi di dalam. Udaranya panas meskipun akan turun hujan, kalau kata dewi “sumuk” dengan logat medannya.

    Supir metromini masih enggan melajukan busnya. Seperti kejar setoran, bus akan jalan jika penumpangnya sudah penuh. lebih dari 15 menit kemudian bus itupun berjalan lambat menyisakan 3 bangku kosong di bagian belakangnya. Bangku itu jarang di duduki karena itu tempat langganan para pencopet dan pengamen masuk pertama kalinya.

      Langit sudah menumpahkan sedikit demi sedikit airnya. Seakan seteguk demi teguk air itu ditelan oleh bumi, seperti itulah terserapnya air ke tanah. Langsung tanpa meninggalkan becek. Barulah ketika hujan semakin deras air menggenang dimana-mana tanah seakan menjerit mengatakan “kami sudah kenyang”.

    Para pemumpang di dalam bus tersebut sibuk meyelamatkan diri dan bawaannya dari hujan yang merembes di kaca jendela, kaca jendela yg tidak lagi bisa ditutup rapat menjadi wadah untuk hujan menitipkan airnya. Kemacetan jalan ditambah hujan deras menambah stress orang-orang di dalam bus. Mereka ingin memburu sopir agar lebih cepat namun keadaan jalan seperti lintasan orang mudik. Penuh, hanya bisa maju sedikit demi sedikit.

     Seluruh penumpang termasuk tiga sekawan tadi tidak banyak berbicara, hanya menikmati suasana dengan cara meraka masing-masing. ada yang memakan cilok yang aromanya menyebar satu bus, ada yang melamun menyesali hari yang berjalan tidak sesuai kehendaknya, ada yang memandangi jalanan macet dan ada juga yang menyimak dengan baik lagu yang dibawakan oleh pengamen cilik. Syairnya sederhana tetapi mengandung sindirian tajam untuk seluruh penumpang.

     Jakarta merupakan Ibu Kota dari Negara Indonesia, kota macet dengan segudang kesibukannya. Kota yang tidak mengenal malam. Kota yang dikatakan lebih kejam dari ibu tiri. Di kota yang metropolitan ini, bus metromini masih diminati masyarakatnya sebagai  salah satu moda tranportasi umum yang murah. Meskipun kentut asapnya salah satu penyumbang polusi di Ibu Kota negara Indonesia tercinta.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer