C I N T A
Cinta...
Semua orang pasti tau dong apa
itu cinta. Kata yang terkadang mudah dirasa namun tak mudah dijabarkan, kata
yang hadir di banyak syair para penyair.
Sebuah rasa yang telah hadir di setiap hati makhluk hidup. Bahkan konon makhluk
tak hidup juga memiliki cinta. Cinta memiliki banyak ragam jenisnya.
Aku teringat kata-kata seseorang,
“Apa bisa satu hati mencintai lebih dari satu?” aku tak menjawabnya langsung,
dalam hati aku berkata tentu bisa. Tetapi dengan kadar dan status yang berbeda
pastinya.
seperti cinta adik kepada
kakaknya, suami kepada istrinya, peliharaan kepada siempunya, hamba kepada
tuhannya, bahkan sepatu juga memiliki cinta seperti kata Tulus dalam lagunya
yang berjudul “SEPATU”. Cinta sepatu yang selalu bersama tapi tak bisa bersatu.
Ehee
SEPATU : ngatain orang aja, kamu
juga cinta dia tapi ga bisa bersatu! huuu
#eh ?
Fokus fokus...
Dan cinta yang fenomenal, yang
sering ada di setiap bait puisi dan lagu yaitu cinta IBU kepada anaknya.
Semua orang pasti memiliki ibu
kecuali kakek nenek moyang kita Adam dan hawa. Aku sendiri belum menjadi ibu
saat ini, tapi aku bisa merasakan betapa besarnya cinta ibu kepada anaknya.
Ibu, orang yang rela bersakit dan
berpeluh demi anaknya. Wanita yang rela tubuhnya gendut demi mengandung
anaknya. Orang yang mau mengorbankan nyawanya demi melahirkan anaknya. Orang yang
sering tergaja demi menenangkan tangisan anaknya. Orang yang tidak lelah
mengajari anaknya. Orang yang selalu berpuasa atas keinginannya demi keinginan
anaknya. Orang yang tak henti menengadah meminta kepada tuhan demi kebahagiaan
anaknya.
Itulah ibu.. dan masih banyak
lagi cintanya yang tidak bisa dijabarkan di dalam tulisan ini. Romantis bukan?
Namun pada faktanya dalam prakteknya
tidak berlangsung romantis. Rasa romantisnya itu baru terasa setelah dihayati. Contohnya
saja ibuku.
Jangan ditanya lagi bagaimana
sayangku pada ibuku, dan bagaimana sayangnya ibuku padaku. Namun pada prakteknya
tidaklah begitu romantis. Ibuku itu jarang romantis ke aku anaknya. Aku lebih
sering diceramahi dan dimarahi tapi bukankah amarah ibuku juga wujud cintanya. Kalau
itu bukan cinta mungkin dia akan abai atasku. Ibuku bukan teman cerita terbaik,
karena aku sering terjebak dalam interogasinya. Hal-hal yang ingin aku
sembunyikan jadi terbuka dan aku orang yang mudah sekali gugup saat berbohong,
aku kesal jika itu terjadi.
Ibuku juga teman berdebatku, bayangkan
betapa jahatnya aku. Ibu yang sudah mengajariku berbicara kini aku fasih
mendebatnya. Orang yang sudah mengajariku dan mengantarkanku ketempat belajar
dan kini aku sering mendebatnya dengan pengetahuan yang aku miliki. Betapa aku durhaka
padanya. Namun lagi lagi dia memaafkanku. Memaafkan setiap perdebatan yang terkadang
tidak sopan isinya. Betapa luas maafmu ibu.
Jika itu suami bisa jadi aku
sudah ditinggal, jika itu kakak atau adik bisa jadi kami akan saling
diam-diaman, jika itu sahabat bisa jadi kami jadi menjauh.
Tapi karena itu ibu, maka sebesar
apapun kesalahanku dia memaafkanku, tetap mengizinkan aku memakan masakannya,
tetap mengizinkan aku tinngal di rumahnya, tetap menempatkan aku di hatinya. Tetap
mengomeliku untuk bangun dan beribadah.
Hey, Aku tidak sedang membuka aibku
kawan, aku sedang bersyukur atas kesabaran ibuku. Dan kalian pasti juga pernah
berdebat bukan?
Itulah cinta ibu. Maka tak heran
ada sebait kalimat yang mencubit keras hatiku.
“Seorang ibu bisa merawat sepuluh
anak, tetapi sepuluh anak belum tentu bisa merawat seorang ibu”
Aku setuju dengan kalimat di atas,
bahkan aku sedang menghkawatirkan diriku. Apakah aku bisa merawat ibuku kelak
dimasa rentanya seperti ibuku merawatku sedari kecil? Apakah aku bisa bersabar
untuk setiap pertanyaan disaat dia sudah kembali menjadi seperti anak-anak?
Ibu.. aku tak tahu jawabannya
tapi aku mohon, doakan kepada Allah untuk kelapangan dan kekuatanku dalam
menghormatimu ibu.
Aku tahu, kerasmu karena semua
perjalanan hidupmu tidaklah mudah, dan kau ingin kami tidak terlena dengan
semua fasilitas yang kini kami dapatkan. dan kau juga tau bukan, kerasku karena
menirumu. Hehe (bercanda)
Tapi ibu, ada seseorang yang
membuatku malu dengan predikatku, dia memanggilku kakak, tapi lebih
banyak tauladan yang ia berikan dibanding aku. ia mengajariku bagaimana cara
terbaik menghormatimu meskipun sedang marah. ia tidak berkata langsung namun dia
mengajariku dengan tindakannya dan aku sedang berusaha menirunya. Aku iri
dengan kelapangan dadanya dalam mengurus ibunya, kesabarannya untuk tetap
berwajah manis sedangkan ia merasa capek melayani ibunya yang sedang sakit. Aku
ingin seperti itu.. bantu aku dengan doamu ibu.
Bahkan disaat ibunya pergi untuk
selamanya, aku tau hatinya penuh luka yang menganga. Tapi lagi-lagi ia
menunjukkan tegarnya. Mungkin ia telah puas merawat ibunya. Aku yakin betapa
bahagianya ibu tersebut memiliki anak sepertinya, aku malu.. aku ingin sekali
seperti itu ibu...
Alfatihah untuk ibunya..
Ibu, aku tidak sedang berjanji
tapi akan terus berusaha menjadi anak terbaik yang kau punya. Teruslah bersabar
atasku dan aku juga akan berusaha bersabar atasmu. Bukankah ridhomu yang
membuat tuhan meridhoiku. Ridhoi aku ibu...
Untuk semua orang yang kusayang,
I Love You
Dan untukmu ibu... I Love You
💕
Komentar
Posting Komentar