C I N T A


Love, Lifted Up with Rev. John Riley | Unity Palo Alto
Cinta...

Semua orang pasti tau dong apa itu cinta. Kata yang terkadang mudah dirasa namun tak mudah dijabarkan, kata yang hadir di banyak  syair para penyair. Sebuah rasa yang telah hadir di setiap hati makhluk hidup. Bahkan konon makhluk tak hidup juga memiliki cinta. Cinta memiliki  banyak ragam jenisnya.  

Aku teringat kata-kata seseorang, “Apa bisa satu hati mencintai lebih dari satu?” aku tak menjawabnya langsung, dalam hati aku berkata tentu bisa. Tetapi dengan kadar dan status yang berbeda pastinya.

seperti cinta adik kepada kakaknya, suami kepada istrinya, peliharaan kepada siempunya, hamba kepada tuhannya, bahkan sepatu juga memiliki cinta seperti kata Tulus dalam lagunya yang berjudul “SEPATU”. Cinta sepatu yang selalu bersama tapi tak bisa bersatu. Ehee

SEPATU : ngatain orang aja, kamu juga cinta dia tapi ga bisa bersatu! huuu

#eh ?

Fokus fokus...

Dan cinta yang fenomenal, yang sering ada di setiap bait puisi dan lagu yaitu cinta IBU kepada anaknya.

Semua orang pasti memiliki ibu kecuali kakek nenek moyang kita Adam dan hawa. Aku sendiri belum menjadi ibu saat ini, tapi aku bisa merasakan betapa besarnya cinta ibu kepada anaknya.

Ibu, orang yang rela bersakit dan berpeluh demi anaknya. Wanita yang rela tubuhnya gendut demi mengandung anaknya. Orang yang mau mengorbankan nyawanya demi melahirkan anaknya. Orang yang sering tergaja demi menenangkan tangisan anaknya. Orang yang tidak lelah mengajari anaknya. Orang yang selalu berpuasa atas keinginannya demi keinginan anaknya. Orang yang tak henti menengadah meminta kepada tuhan demi kebahagiaan anaknya.

Itulah ibu.. dan masih banyak lagi cintanya yang tidak bisa dijabarkan di dalam tulisan ini. Romantis bukan?

Namun pada faktanya dalam prakteknya tidak berlangsung romantis. Rasa romantisnya itu baru terasa setelah dihayati. Contohnya saja ibuku.

Jangan ditanya lagi bagaimana sayangku pada ibuku, dan bagaimana sayangnya ibuku padaku. Namun pada prakteknya tidaklah begitu romantis. Ibuku itu jarang romantis ke aku anaknya. Aku lebih sering diceramahi dan dimarahi tapi bukankah amarah ibuku juga wujud cintanya. Kalau itu bukan cinta mungkin dia akan abai atasku. Ibuku bukan teman cerita terbaik, karena aku sering terjebak dalam interogasinya. Hal-hal yang ingin aku sembunyikan jadi terbuka dan aku orang yang mudah sekali gugup saat berbohong, aku kesal jika itu terjadi.

Ibuku juga teman berdebatku, bayangkan betapa jahatnya aku. Ibu yang sudah mengajariku berbicara kini aku fasih mendebatnya. Orang yang sudah mengajariku dan mengantarkanku ketempat belajar dan kini aku sering mendebatnya dengan pengetahuan yang aku miliki. Betapa aku durhaka padanya. Namun lagi lagi dia memaafkanku. Memaafkan setiap perdebatan yang terkadang tidak sopan isinya. Betapa luas maafmu ibu.

Jika itu suami bisa jadi aku sudah ditinggal, jika itu kakak atau adik bisa jadi kami akan saling diam-diaman, jika itu sahabat bisa jadi kami jadi menjauh.

Tapi karena itu ibu, maka sebesar apapun kesalahanku dia memaafkanku, tetap mengizinkan aku memakan masakannya, tetap mengizinkan aku tinngal di rumahnya, tetap menempatkan aku di hatinya. Tetap mengomeliku untuk bangun dan beribadah.

Hey, Aku tidak sedang membuka aibku kawan, aku sedang bersyukur atas kesabaran ibuku. Dan kalian pasti juga pernah berdebat bukan?

Itulah cinta ibu. Maka tak heran ada sebait kalimat yang mencubit keras hatiku.

“Seorang ibu bisa merawat sepuluh anak, tetapi sepuluh anak belum tentu bisa merawat seorang ibu”

Aku setuju dengan kalimat di atas, bahkan aku sedang menghkawatirkan diriku. Apakah aku bisa merawat ibuku kelak dimasa rentanya seperti ibuku merawatku sedari kecil? Apakah aku bisa bersabar untuk setiap pertanyaan disaat dia sudah kembali menjadi seperti anak-anak?

Ibu.. aku tak tahu jawabannya tapi aku mohon, doakan kepada Allah untuk kelapangan dan kekuatanku dalam menghormatimu ibu.

Aku tahu, kerasmu karena semua perjalanan hidupmu tidaklah mudah, dan kau ingin kami tidak terlena dengan semua fasilitas yang kini kami dapatkan. dan kau juga tau bukan, kerasku karena menirumu. Hehe (bercanda)

Tapi ibu, ada seseorang yang membuatku malu dengan predikatku, dia memanggilku kakak, tapi lebih banyak tauladan yang ia berikan dibanding aku. ia mengajariku bagaimana cara terbaik menghormatimu meskipun sedang marah. ia tidak berkata langsung namun dia mengajariku dengan tindakannya dan aku sedang berusaha menirunya. Aku iri dengan kelapangan dadanya dalam mengurus ibunya, kesabarannya untuk tetap berwajah manis sedangkan ia merasa capek melayani ibunya yang sedang sakit. Aku ingin seperti itu.. bantu aku dengan doamu ibu.

Bahkan disaat ibunya pergi untuk selamanya, aku tau hatinya penuh luka yang menganga. Tapi lagi-lagi ia menunjukkan tegarnya. Mungkin ia telah puas merawat ibunya. Aku yakin betapa bahagianya ibu tersebut memiliki anak sepertinya, aku malu.. aku ingin sekali seperti itu ibu...

Alfatihah untuk ibunya..

Ibu, aku tidak sedang berjanji tapi akan terus berusaha menjadi anak terbaik yang kau punya. Teruslah bersabar atasku dan aku juga akan berusaha bersabar atasmu. Bukankah ridhomu yang membuat tuhan meridhoiku. Ridhoi aku ibu...

Untuk semua orang yang kusayang, I Love You
Dan untukmu ibu... I Love You
💕



Komentar

Postingan Populer