SEMUA MURID SEMUA GURU

 

Aku terbangun dari tidur malamku, tidur  malam yang tak nyenyak karena aku berulang kali terjaga, tidak tahu mengapa meski tubuh ini lelah namun tidur tidak menjadi nyenyak untukku.

Pagi ini aku disambut dengan hujan deras lagi, kenapa lagi? Karena sudah hampir seminggu ini setiap pagi aku menunggu hujan sedikit reda untuk bisa bertemu dengan rekan kerja dan orangtua murid didikanku. Dengan kenyataan sekolah belum bisa berjalan seperti biasanya namun kami para guru tetap diwajibkan ke sekolah dan sekarang sudah diberlakukan home visit. untukku ini baik, karena setelah setengah tahun ini tidak berinteraksi dengan murid-muridku, kini aku bisa ketemu dan mulai lagi bermain sambil mendonorkan ilmu yang kumiliki kepada mereka (bermain = belajar). Bahagia rasanya perjalanan jauh yang kutempuh berbuah senyuman dan sapaan malaikat-malaikat kecil yang mengajarkanku arti hidup dan apa itu bahagia.

Kumainkan lagu pertama di playlist musik hpku “Semua murid semua guru semua murid semua guru” lirik yang saat ini mengalun indah sembari aku menulis ini. Lirik yang sangat aku setujui. Semua orang adalah murid dan semua orang adalah guru. Tidak memandang usia dan statusnya. Semua orang bisa belajar dari apa yang orang lain tahu. Bahkan semua orang bisa belajar dari apa yang orang lain perbuat. Setiap baitnya membuatku semakin meyakinkan diri bahwa aku adalah murid selamanya dan juga guru dalam waktu yang sama. Bahwa aku tidak pernah boleh merasa penuh untuk bisa mengisi kekosongan diriku, dari siapa saja dimana saja.

Saat ini bumi masih disibukkan dengan wabahnya “Covid-19”. Wabah yang masuk ke Indonesia sejak 2 Maret 2020 ini masih sexy dan masih menjadi buah bibir semua orang dan media di  bumi. Keberadaan Covid-19 di Indonesia tercinta inilah yang menyebabkanku tidak bisa mengajar seperti biasa di sekolah, pemerintah membuat berbagai gebrakan di bidang pendidikan untuk mengatasi Covid-19 ini. Dari awalnya sekolah diliburkan, sekolah daring, laring, sempat masuk sekolah dengan protokol kesehatan New Normal, dan sampe akhirnya sekarang diperbolehkan home  visit.

Saat-saat seperti ini para murid lebih banyak diajarkan langsung oleh orangtua, terutama untuk murid-murid sekolah tempatku mengajar. Karena ketiadaannya media pembelajaran seperti laptop dan smartphone yang mumpuni mewajibkan orangtua datang ke sekolah sesuai hari yang ditetapkan untuk mengambil bahan pembelajaran yang harus diajarkan dan dikerjakan muridku di rumah dengan bimbingan orangtua masing-masing. Saat ini pula banyak timbul pro dan kontra dari para orangtua, ada yang setuju dengan kebijakan ini demi kesehatan dan keamanan anak namun banyak yang merasa tidak mampu membimbing anaknya di rumah. Terutama untuk keluarga yang kedua orangtua yang harus bekerja. Belum lagi orangtua yang harus mencari pekerjaan dikarenakan PHK. Pandemi ini juga banyak berimbas ke mata pencaharian orangtua para anak didikku.

Saat-saat seperti ini semua orang harusnya lebih banyak memfokuskan diri ke hal-hal positif dari semua kebijakan pemerintah. Alih-alih mempertanyakan kebenaran dari berita yang disiarkan di berbagai media ada baiknya kita  menjaga diri dan melihat peluang yang terbuka di depan mata. Memulai hal baru dengan penerimaan penuh agar hasilnyapun tidak setengah-setengah. Melakukan yang terbaik sesuai porsi yang kita dapatkan dan mampu kita jalani. Seperti menjadi guru untuk anak kita di rumah. Bukankah rumah adalah ranah pendidikan pertama anak sebelum ke masyarakat dan sekolah? Bukankah anak lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah? Alangkah bijaknya bila saat ini kita berbenah diri mengenai cara mendidik anak. Agar timbul kesinambungan antara sekolah dan keluarga dalam mendidik anak.

Kini, banyak orangtua yang dulunya apatis mengakui bahwa menjadi guru itu tidaklah mudah, orangtua murid yang dulunya sangat galak bila anaknya tersentuh barang sesenti kini malah mereka yang hampir hilang kesabarannya dalam mendidik anak sendiri. Satu anak yang lahir dari rahimnya dengan bersimbah darah telah menyadarkannya betapa sulitnya mendidik anak. Betapa tidak mudahnya menjadi guru untuk anaknya.

Saat seperti ini juga kita harus menyadari ternyata disamping kita menjadi guru yang sedang mengajarkan ilmu kepada anak, kita juga sedang belajar dari guru yang bergelar anak tentang apa itu kesabaran, keuletan dan ketulusan. Agar kita bisa mencambuk hati yang terasa sombong krn menganggap diri telah penuh ternyata masih kosong.

Karena tujuan mendidik bukan sekedar mencerdaskan anak, melainkan juga membuatnya menjadi manusia yang baik. Dan mengasuh bukan sekedar membesarkan fisik melainkan juga membesarkan hatinya. Karena kita tak hanya sedang mengisi kepalanya, namun juga sedang mengisi hatinya.

Have a great day😁


Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer